Minggu, 02 Oktober 2016

HUKUMAN BAGI PELAKU ZINA

Diposting oleh ningrum linda di 02.48 1 komentar
HUKUMAN UNTUK PEZINA
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
Tidak dapat dipungkiri, meninggalkan syari’at islam akan menimbulkan akibat buruk di dunia dan akhirat. Kaum muslimin jauh dari ajaran agama mereka, menyebabkan mereka kehilangan kejayaan dan kemuliaan. Diantara ajaran islam yang ditinggalkan dan dilupakan oleh kaum muslimin adalah hukuman bagi pezina (Hadduz-Zinâ). Sebuah ketetapan yang sangat efektif menghilangkan atau mengurangi masalah perzinahan. Ketika hukuman ini tidak dilaksanakan, maka tentu akan menimbulkan dampak atau implikasi buruk bagi pribadi dan masyarakat.
Realita dewasa ini mestinya sudah cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk memahami dampak buruk ini.
Melihat realita ini, maka sangat perlu ada yang mengingatkan kaum muslimin terhadap hukuman ini. Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan kesadaran dan menguatkan keyakinan mereka akan kemuliaan dan keindahan syari’at islam.
DEFINISI ZINA.
Istilah zina sudah masuk dalam bahasa Indonesia, namun untuk memahami hukum syari’at tentang masalah ini kita perlu mengembalikannya ke pengertian menurut bahasa Arab dan syari’at supaya pas dan benar.
Dalam bahasa arab, zina diambil dari kata : زَنَى يَزْنِي زِنىً ، وزِنَاءً yang artinya berbuat fajir (nista).[1]
Sedangkan dalam istilah syari’at zina adalah melakukan hubungan seksual (jima’) di kemaluan tanpa pernikahan yang sah, kepemilikan budak dan tidak juga karena syubhat.[2]
Ibnu Rusyd rahimahullah menyatakan: Zina adalah semua hubungan seksual (jima’) diluar pernikahan yang sah dan tidak pada nikah syubhat dan kepemilikan budak. (Definisi ini) secara umum sudah disepakati para ulama islam, walaupun mereka masih berselisih tentang syubhat yang dapat menggagalkan hukuman atau tidak ?[3]
HUKUM ZINA
Perbuatan zina diharamkan dalam syari’at islam, termasuk dosa besar, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. [al-Isrâ/17:32]
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. [al-Furqân/25: 68-69]
Dalam hadits, Nabi juga mengharamkan zina seperti yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ ؟، قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ للَِّهِ نِداً وَهُوَ خَلَقَكَ ، قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ ، قُلْتُ:ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ: أَنْ تُزَانِيَ حَلِيْلَةَ جَارِكَ
“Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Dosa apakah yang paling besar ? Beliau menjawab : Engkau menjadikan tandingan atau sekutu bagi Allah , padahal Allah Azza wa Jalla telah menciptakanmu. Aku bertanya lagi : “Kemudian apa?” Beliau menjawab: Membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.” Aku bertanya lagi : Kemudian apa ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab lagi: Kamu berzina dengan istri tetanggamu”.[4,5]
Sejak dahulu hingga sekarang, kaum muslimin sepakat bahwa perbuatan zina itu haran. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullaht berkata : Saya tidak tahu ada dosa yang lebih besar dari zina (selain) pembunuhan.[6]
HUKUMAN PEZINA.
Pelaku zina ada yang berstatus telah menikah (al-Muhshân) dan ada pula yang belum menikah (al-Bikr). Keduanya memiliki hukuman berbeda.
Hukuman pezina diawal Islam berupa kurungan bagi yang telah menikah dan ucapan kasar dan penghinaan kepada pezina yang belum menikah (al-Bikr). Allah Azza wa Jalla berfirman : ” Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya. Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. [an-Nisâ`/ 4:15-16]
Kemudian sanksi itu diganti dengan rajam (dilempar batu) bagi yang telah menikah (al-Muhshân) dan dicambuk seratus kali bagi yang belum menikah (al-Bikr) dan ditambah pengasingan setahun.
a. Pezina al-Muhshân
Pezina yang pernah menikah (al-Muhshân) dihukum rajam (dilempar dengan batu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkan al-Qur`an, hadits mutawatir dan ijma’ kaum muslimin[7]. Ayat yang menjelaskan tentang hukuman rajam dalam al-Qur`an meski telah dihapus lafadznya namun hukumnya masih tetap diberlakukan. Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘anh menjelaskan dalam khuthbahnya :
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ عَلَى نَبِيِّهِ الْقُرْآنَ وَكَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ فَقَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا وَرَجَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ وَ أَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُوْلُوْا : لاَ نَجِدُ الرَّجْمَ فِيْ كِتَابِ الله فَيَضِلُّوْا بِتَرْكِ فَرِيْضَةٍ أَنْزَلَهَا اللهُ وَ ِإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ ثَابِتٌ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَلَى مَنْ زَنَا إِذَا أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَل أَوْ الإِعْتِرَاف.
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur`an kepada NabiNya dan diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam. Kami telah membaca, memahami dan mengetahui ayat itu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan hukuman rajam dan kamipun telah melaksanakannya setelah beliau. Aku khawatir apabila zaman telah berlalu lama, akan ada orang-orang yang mengatakan: “Kami tidak mendapatkan hukuman rajam dalam kitab Allah!” sehingga mereka sesat lantaran meninggalkan kewajiban yang Allah Azza wa Jalla telah turunkan. Sungguh (hukuman) rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah untuk orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshân), bila telah terbukti dengan pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri”. [8]
Ini adalah persaksian khalifah Umar bin al-Khatthâb Radhiyallahu ‘anhu diatas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dihadiri para sahabat sementara itu tidak ada seorangpun yang mengingkarinya [9]. Sedangkan lafadz ayat rajam tersebut diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Mâjah berbuny :
وَالشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوْهُمَا الْبَتَهْ نَكَلاً مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Syaikh lelaki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah keduanya sebagai balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana [10].
Sedangkan dasar hukuman rajam yang berasal dari sunnah, maka ada riwayat mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik perkataan maupun perbuatan yang menerangkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah merajam pezina yang al-Muhshân (ats-Tsaib al-Zâni)[11]
Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan: Para ulama telah berijma’ (sepakat) bahwa orang yang dihukum rajam, terus menerus dilempari batu sampai mati.[12]
Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: Kewajiban merajam pezina al-muhshân baik lelaki atau perempuan adalah pendapat seluruh para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama-ulama setelah mereka diseluruh negeri islam dan kami tidak mengetahui ada khilaf (perbedaan pendapat diantara para ulama) kecuali kaum Khawarij [13].
Meski demikian, hukuman rajam ini masih saja diingkari oleh orang-orang Khawarij dan sebagian cendikiawan modern padahal mereka tidak memiliki hujjah dan hanya mengikuti hawa nafsu serta nekat menyelisihi dalil-dalil syar’i dan ijma’ kaum muslimin. Wallahul musta’an.
Hukuman rajam khusus diperuntukkan bagi pezina al-muhshân (yang sudah menikah dengan sah-red) karena ia telah menikah dan tahu cara menjaga kehormatannya dari kemaluan yang haram dan dia tidak butuh dengan kemaluan yang diharamkan itu. Juga ia sendiri dapat melindungi dirinya dari ancaman hukuman zina. Dengan demikian, udzurnya (alasan yang sesuai syara’) terbantahkan dari semua sisi . dan dia telah mendapatkan kenikmatan sempurna. Orang yang telah mendapatkan kenikmatan sempuna (lalu masih berbuat kriminal) maka kejahatannya (jinayahnya) lebih keji, sehingga ia berhak mendapatkan tambahan siksaan[15].
Syarat al-Muhshân.
Rajam tidak diwajibkan kecuali atas orang yang dihukumi al-Muhshân. Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang dihukumi sebagai al-Muhshaan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Pernah melakukan jima’ (hubungan seksual) langsung di kemaluan. Dengan demikian, orang yang telah melakukan aqad pernikahan namun belum melakukan jima’ , belum dianggap sebagai al-Muhshân.
2. Hubungan seksual (jima’) tersebut dilakukan berdasarkan pernikahan sah atau kepemilikan budak bukan hubungan diluar nikah
3. Pernikahannya tersebut adalah pernikahan yang sah.
4. Pelaku zina adalah orang yang baligh dan berakal.
5. Pelaku zina merdeka bukan budak belian.
Dengan demikian seorang dikatakan al-Muhshân, apabila kriteria diatas sudah terpenuhi.[16]
b. Pezina Yang Tidak al-Muhshân
Pelaku perbuatan zina yang belum memenuhi kriteria al-muhshân, maka hukumannya adalah dicambuk sebanyak seratus kali. Ini adalah kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)”. [An-Nûr/24:2]
Al-Wazîr rahimahullah menyatakan : “Para ulama sepakat bahwa pasangan yang belum al-muhshân dan merdeka (bukan budak-red), apabila mereka berzina maka keduanya dicambuk (dera), masing-masing seratus kali.
Hukuman mati (dengan dirajam-red) diringankan buat mereka menjadi hukuman cambuk karena ada udzur (alasan syar’i-red) sehingga darahnya masih dijaga. Mereka dibuat jera dengan disakiti seluruh tubuhnya dengan cambukan. Kemudian ditambah dengan diasingkan selama setahun menurut pendapat yang rajah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
خُذُوْا عَنِّيْ ، خُذُوْا عَنِّيْ ، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيْلاً ، الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جِلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيْبُ عَامٍ .
“Ambillah dariku! ambillah dariku! Sungguh Allah telah menjadikan bagi mereka jalan, yang belum al-muhshaan dikenakan seratus dera dan diasingkan setahun.” [HR Muslim].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan : “Apabila tidak muhshân , maka dicambuk seratus kali, berdasarkan al-Qur`an dan diasingkan setahun dengan dasar sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [17].
KEKHUSUSAN HUKUMAN PEZINA.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tiga karakteristik khusus bagi hukuman zina :
1. Hukuman yang keras, yaitu rajam untuk al-Muhshân dan itu adalah hukuman mati yang paling mengenaskan dan sakitnya menyeluruh keseluruh badan. Juga cambukan bagi yang belum al-muhshân merupakan siksaan terhadap seluruh badan ditambah dengan pengasingan yang merupakan siksaan batin.
2. Manusia dilarang merasa tidak tega dan kasihan terhadap pezina
3. Allah memerintahkan pelaksanaan hukuman ini dihadiri sekelompok kaum mukminin. Ini demi kemaslahatan hukuman dan lebih membuat jera.
Hal ini disampaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” [an-Nûr/24:2]
SYARAT PENERAPAN HUKUMAN ZINA.
Dalam penerapan hukuman zina diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pelakunya adalah seorang mukallaf yaitu sudah baligh dan berakal (tidak gila).
2. Pelakunya berbuat tanpa ada paksaan.
3. Pelakunya mengetahui bahwa zina itu haram, walaupun belum tahu hukumannya.[18]
4. Jima’ (hubungan seksual) terjadi pada kemaluan.
5. Tidak adanya syubhat. Hukuman zina tidak wajib dilakukan apabila masih ada syubhat seperti menzinahi wanita yang ia sangka istrinya atau melakukan hubungan seksual karena pernikahan batil yang dianggap sah atau diperkosa dan sebagainya.
Ibnu al-Mundzir rahimahullah menyatakan : “Semua para ulama yang saya hafal ilmu dari mereka telah berijma’ (bersepakat) bahwa had (hukuman) dihilangkan dengan sebab adanya syubhat.” [19]
6. Zina itu benar-benar terbukti dia lakukan. Pembuktian ini dengan dua perkara yang sudah disepakati para ulama yaitu:
6.1. Pengakuan dari pelaku zina yang mukallaf dengan jelas dan tidak mencabut pengakuannya sampai hukuman tersebut akan dilaksanakan.
6.2. Persaksian empat saksi yang melihat langsung kejadian, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu.” [an-Nûr/24:13]
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi.….” [An-Nûr/24:4]
Persaksian yang diberikan oleh para saksi ini akan diakui keabsahannya, apabila telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mereka bersaksi pada satu majlis
b. Mereka bersaksi untuk satu kejadian perzinahan saja
c. Menceritakan perzinahan itu dengan jelas dan tegas yang dapat menghilangkan kemungkinan lain atau menimbulkan penafsiran lain seperti hanya melakukan hal-hal diluar jima’.
d. Para saksi adalah lelaki yang adil
e. Tidak ada yang menghalangi penglihatan mereka seperti buta atau lainnya.
Apabila syarat-syarat ini tidak sempurna, maka para saksi dihukum dengan hukuman penuduh zina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang-orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik” [an-Nûr/24:4]
Penetapan terjadinya perbuatan zina dan pemutusan saksi dengan berdasarkan persaksian dan pengakuan si pelaku yang disebutkan diatas, telah disepakati oleh para ulama. Dan para ulama masih berselisih pendapat tentang hamil diluar nikah. Bisakah hal ini dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa telah terjadi perbuatan zina atau orang ini telah melakukan perbuatan zina sehingga berhak mendapatkan sanksi ?
Para ulama berselisih menjadi dua pendapat :
Pertama : Pendapat jumhur yaitu madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah (hanabilah) menyatakan bahwa hukuman pezina tidak ditegakkan atau dilaksanakan kecuali dengan pengakuan dan persaksian saja.
Kedua : Pendapat madzhab Malikiyah menyatakan hukuman pezina dapat ditegakkan dengan indikasi kehamilan.
Yang rajih dari dua pendapat diatas adalah pendapat madzhab Malikiyah sebagaimana dirajihkan syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau rahimahulllah menyatakan bahwa seorang wanita dihukum dengan hukuman zina apabila ketahuan hamil dalam keadaan tidak memiliki suami, tidak memiliki tuan (jika ia seorang budak-red) serta tidak mengklain adanya syubhat dalam kehamilannya.[20]
Beliau rahimahullah pun menyatakan : “Inilah yang diriwayatkan dari para khulafâ’ rasyidin dan ia lebih pas dengan pokok kaedah syari’at.[21]
Dalil beliau rahimahullah dan juga madzhab Malikiyah adalah pernyataan Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘anhu dalam khutbahnya :
وَ ِإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ ثَابِتٌ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَلَى مَنْ زَنَا إِذَا أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَل أَوْ الإِعْتِرَاف.
“Sungguh rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah atas orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshaan), bila tegak padanya persaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri” [22].
Jelaslah dari pernyataan Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu ‘anhu diatas bahwa beliau menjadikan kehamilan sebagai indikasi perzinahan dan tidak ada seorang sahabatpun waktu itu yang mengingkarinya.
al-Hâfidz Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari riwayat Umar Radhiyallahu ‘anhu diatas dengan menyatakan: (Dalam pernyataan Umar diatas) ada pernyataan bahwa wanita apabila didapati dalam keadaan hamil tanpa suami dan juga tidak memiliki tuan, maka wajib ditegakkan padanya hukuman zina kecuali bila dipastikan adanya keterangan lain tentang kehamilannya atau akibat diperkosa.[23]
Demikianlah, mudah-mudahan bermanfaat.
Referensi:
1. Hâsyiyah ar-Raudh al-murbi’ syarh Zad al-Mustaqni’, Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qâsim, cetakan ke-6 tahun 1417 H tanpa penerbit.
2. al-Mulakhash al-Fiqhiy, Syaikh Shalih bin Fauzân ali Fauzân, cetakan pertama tahun 1422 H, Ri’asah Idaarah al-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’.
3. Al-Mughni, Imam Ibnu Qudamah, Tahqiq Abdullah bin Abdulmuhsin at-Turki, cetakan kedua tahun 1413H, penerbit Hajar
4. Tas-hîlul-Ilmâm bi Fiqhi Lil Ahâdits Min Bulûgh al-Marâm, Syaikh Shalih bin Fauzân ali Fauzân, cetakan pertama tahun 1427 H. tanpa penerbit.
5. Syarhu al-Mumti’ ‘Ala Zâd al-Mustaqni’ , Syaikh Muhamad bin shâlih al-Utsaimin, cetakan pertama tahun 1427 H, Dar ibnu al-Jauzi.
6. Taisîr al-Fiqhi al-Jâmi’ Li Ikhtiyârât al-Fiqhiyah Lisyaikh al-Islam Ibnu Taimiyah, DR. Ahmad Muwâfi cetakan pertama tahun 1416 H, Dar Ibnu al-Jauzi.
7. Fathul Bâri dll.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. al Muhîth
[2]. Hâsyiayah ar-Raudh al-murbi’ 7/312
[3]. Bidâyah al-Mujtahid 2/529 dan lihat ar-Raudh al-Murbi’ syarh Zâd al-Mustaqni’ 7/312 dan al-Mulakhash al-Fiqh hal. 528
[4]. HR al-Bukhâri dalam kitab al-Adab, Bab Qatlul-Walad Khasy-yata ayya`kula ma’ahu 10/33 dan Muslim dalam kitab al-Iimân 2/80.
[5]. Lihat lebih lanjut kitab al-Mughni 12/308
[6]. ar-Raudh al-Murbi’ 7/312
[7]. Lihat Tashîlul-Ilmâm Bi Fiqhi Lil Ahâdîts Min Bulûgh al-Marâm, Shalih al-fauzân 5/230
[8]. HR al-Bukhâri dalam kitab al-Hudûd, Bab al-I’tirâf biz-Zinâ 1829 dan Muslim dalam kitab al-Hudûd no. 1691.
[9]. Dari pernyataan Syeikh Ibnu Utsaimin dalam Syarhu al-Mumti’ 14/229.
[10]. HR Ibnu Mâjah kitab al-Hudûd Bab ar-Rajmu dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah 2/81
[11]. Tas-hîlul-Ilmâm bi Fiqhi Lil Ahâdîts Min Bulûgh al-Marâm, Syaikh Shâlih al-Fauzân 5/230.
[12]. Dinukil dari al-Mughni 12/310.
[13]. Al-Mughni 12/309..
[14]. Cuplikan dari ar-Raudh al-Murbi’ 7/312.
[15]. Cuplikan dari al-Mulakhas al-Fiqhi 2/529.
[16]. Lihat penjelasan para ulama tentang hal ini dalam al-Mughni 12/314-318.
[17]. Majmû’ Fatâwâ 28/333 dinukil dari Taisîr al-Fiqhi al-Jâmi’ Li Ikhtiyârât al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islâm Ibnu Taimiyah, DR. Ahmad Muwâfi 3/1445.
[18]. Syarhu al-Mumti’ 14/207-210
[19]. al-Mulakhas al-Fiqhiy, 530-531
[20]. Lihat Majmu’ Fatawa 28/334
[21]. ibid
[22]. HR al-Bukhaari dalam kitab al-Hudud, Bab al-I’tiraf biz-Zinaa 1829 dan Muslim dalam kitab al-Hudud no. 1691.
[23]. Fathu al-Baari 12/160

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA

Diposting oleh ningrum linda di 02.38 0 komentar
MENGGAPAI RIDHA ALLAH DENGAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Image result for foto berbakti kepada orang tua



Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus.
Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.
Seperti tersurat dalam surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]
Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]
Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.
ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah ‘Azza wa Jalla).
Sedangkan ‘uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.
KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA
1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: اَلصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّالْوَالِدَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’ [2]
2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسُخْطُ الرَّبِّ فِي سُخْطِ الْوَالِدِ
“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua” [3]
3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:
انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَوُا الْمَبِيْتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ، فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهَا الْغَارَ. فَقَالُوْا : إِنَّهُ لاَيُنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهَ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَّ كَانَ لِي أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَكُنْتُ أَغْبِقُ قَبْلَ هُمَا أَهْلاً وَ لاَ مَالاً، فَنَأَى بِي فِي طَلَبِ شَيْئٍ يَوْمًا فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَ فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوْقَهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ. فَكَرِهْتُ أَنْ أَغْبِقَ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْمَالاً، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدَيَّ أَنْتَظِرُ اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا غَبُوقَهُمَا. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِه الصَّخْرَةِ، فَانْفَرَجَتْ شَيْئًا
“ …Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: ‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: ‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..”[4]
4. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.” [5]
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.
5. Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah ‘Azza wa Jalla
Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.
BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain.
9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal ‘aafiyah
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita
2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.
3. Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.
4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.
5 . Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا
“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”
Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid’ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid’ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo’a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.
APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL
Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no. 85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410, 439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no. 2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no. 2743), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

MENJAGA LISAN AGAR SELALU BERBICARA BAIK

Diposting oleh ningrum linda di 02.26 0 komentar
MENJAGA LISAN AGAR SELALU BERBICARA BAIK
Oleh
Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًايُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]
Dalam ayat lain disebutkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12]
Allah juga berfirman.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf : 16-18]
Begitu juga firman Allah Ta’ala.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab : 58]
Dala kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَأكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ اَفَرَاَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنَّ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُولُ فَقَدِاغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَهُ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah berdusta atas dirinya”
Allah Azza wa Jalla berfirman.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُم ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ سَيْئًا وَأَنْ تَعتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّ قُواوَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَشْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta menyia-nyiakan harta” [1]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكُ ذَلِكَ لاَمَحَااَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِيْنَا هُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِيْنَا هُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِيْنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِيْنِاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِيْنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوِى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّ بُهُ
“Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau mengurungkannya” [2]
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya”
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafaz.
إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.
Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadits tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan”.
Oleh karena itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan :
Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda.
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga”
Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut, sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.
Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”
Imam Nawawi berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara”.
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.
Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya”.
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”
Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda.
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?”
Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.
يَا نَبِّيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ
“Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?”
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (II/147), “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”.
Beliau juga berkata dalam kitab yang sama (hal.146), “Hal ini menunjukkan bahwa menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengontrol dan mengatur semua urusannya”.
Kemudian pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ Seseorang yang menganggap bahwa lisannya bisa membawa bencana sering saya dapati baik amalan-amalannya”.
Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang yang jelek perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya”.
Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda.
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وًِصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun menjawab, ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda. ‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.
Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no. 2564 dari Abu Hurairah, yang akhirnya berbunyi.
بِحَسْبِ امْرِيْ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسلِمَ كُلٌ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina saudaranya sesama muslim. Seorang muslim wajib manjaga darah, harta dan kehormatan orang muslim lainnya”
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 1739 ; begitu juga Muslim [4] dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah berkhutbah pada hara nahar (Idul Adha). Dalam khutbah tersebut beliau bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang haram”. Beliau bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini ?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”. Selanjutnya beliau bersabda.
فَإِنَّ دِمَا ئَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُم حَرَامٌ، كَحُرمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِ كُمْ هَذَا في شَهْرِ كُمْ هَذَا، فَأَعَادَهَا مِرَارًا، ثُمّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ : اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟ اللَّهُمَ هَلْ بَلَّغْتُ؟
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi masing-masing kalian (merampasnya) sebagaimana haramnya ; hari, bulan dan negeri ini. Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu berkata, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu)? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu) ?”
Ibnu Abbas mengomentari perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk umatnya. Beliau berpesan kepada kita, ‘Oleh karena itu, hendaklah yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali kepada kekafiran sepeninggalku nanti, yaitu kalian saling memenggal leher”.
Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِشْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لآَيَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”
Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib (I/65) mengomentari hadits.
إِذَا مَاتَ الْإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ إِحْدَى ثَلاَثٍ …
“Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal kecuali dari tiga perkara …dst”
Beliau berkata, “Orang yang mebukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang membaca, menulis dan mengamalkannya, berdaasrkan hadits ini dan hadits yang semisalnya. Begitu pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya sendiri dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis atau mengamalkannya, berdasarkan hadits.
مَنْ سَنَّ سُنَةً حَسَنَةً أَوْ سَيِّئَةً
“Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, maka ….”
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda.
إِنَّاللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk diperangi”
[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Penulis Abdul Muhsin bin Hamd Al Abbad Al Badr, Edisi Indonesia Rifqon Ahlassunnah bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir dan Hajr, Penerbit : Titian Hidayah Ilahi Bandung, Cetakan Pertama Januari 2004]
_______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715. Hadits tentang tiga perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mughirah hadits no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim.
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6612 dan Muslim hadits no.2657. Lafaz di atas adalah yang terdapat dalam riwayat Muslim
[3]. Tetapi lafaz hadits tersebut adalah yang terdapat dalam riwayat muslim
[4]. Tetapi lafaz yang tersebut terdapat dalam riwayat Bukhari

MENJADI REMAJA YANG BAIK

Diposting oleh ningrum linda di 02.19 0 komentar

Tipz menjadi remaja islam yang baik
Seorang remaja mempunyai andil besar bagi perubahan lingkungannya. Ia pun mampu membawa teman-temannya agar sadar dan mengenal Islam. Sudah saatnya remaja peduli bahwa siapa lagi yang akan memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat kalau bukan mereka? Dulu ketika SK jilbab belum keluar, remaja juga yang bergerak dan berjuang. Itu hanya salah satu contoh. Sekarang pun di saat kesadaran berislam sudah tinggi, saatnya remaja berperan untuk membuat masyarakat rindu Islam kaafah yaitu dengan diterapkannya syariah Islam dalam naungan Khilafah.
Ketika ada teman yang gak sholat, pacaran aja kegiatannya, dugem, dan banyak aktifitas maksiat lainnya, siapa yang bisa menyadarkan mereka? Bukan para kyai, bukan para guru, bukan pula para dai tua yang seringkali tak paham dengan karakter remaja. Jadi yang paling efektif menyadarkan mereka adalah teman-temannya sendiri yaitu kamu sebagai generasi muda.
Jangan panik dulu. Jangan merasa berat dengan tugas sebagai remaja muslim yang kamu emban. Di bawah ini ada beberapa tips agar kamu jadi remaja yang oke dalam berdakwah di lingkungan kamu. Simak baik-baik ya:
1.    Niat
Dari awal, niatkan semua usaha kamu karena Allah semata. Jangan sampai ada niat untuk sombong dan merasa benar sendiri. Juga jangan sampai ada kesan menggurui dan menganggap bodoh teman yang sedang kamu dakwahi. Petunjuk itu dari Allah. Lakukan upaya maksimal dalam menyadarkan teman dan jangan lupa berdoa untuknya agar segera kembali ke jalan yang benar. Karena sungguh, tidak ada yang mampu memberi jalan bila sudah disesatkan oleh Allah dan tak ada yang mampu menyesatkan bila sudah diberi petunjuk oleh-Nya. Jadi jangan lupa berdoa ya.
2.    Lakukan apa yang kamu katakan
Ngomong gampang, tapi melakukannya itu yang butuh upaya lebih. Kalo kamu Cuma bisa ngomong tanpa melakukan apa yang kamu omongkan, maka orang lain terutama teman-temanmu tak akan percaya padamu lagi. Misal nih, kamu bilang pacaran haram dan dosa tapi kamu sendiri malah suka mojok berduaan dengan lawan jenis. Sama juga bo’ong kalo gini caranya. Selain dosa karena kamu berkhalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang non mahrom), kamu juga dosa karena bisa ngomong tapi gak bisa melakukan omonganmu dengan konsisten. Dobel dosa tuh. Jangan sampai ini terjadi loh.
3.    Gunakan Qur’an dan Hadits
Dalam berdakwah, gunakan Qur’an dan hadits sebagai acuan, bukan kata si A dan si B atau bahkan kata nenek moyang. Banyaklah baca buku-buku keislaman dan pahamilah wawasan keislaman itu sendiri. Jangan sampai kamu menyampaikan sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya. Jadikan sirah (sejarah) Rasulullah dalam berdakwah sebagai panduan kamu ketika berdakwah di lingkungan teman-temanmu.
Harap kamu tahu, Rasulullah oke banget loh dalam menyampaikan dakwah di semua kalangan termasuk juga para remaja dan pemuda. Salah satunya adalah ketika ada seorang pemuda yang mendatangi Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasul, saya ingin masuk Islam tapi saya masih hobi berzina.” Apa jawab Rasulullah? Bukannya marah tapi beliau dengan tenang menjawab, “ Kamu punya ibu? Punya saudara perempuan? Bagaimana perasaanmu bila ibu atau saudaramu yang perempuan dizina-i oleh laki-laki?” Sejak saat itu, pemuda tersebut langsung bertaubat, masuk Islam dan tidak pernah lagi melakukan zina.
4.    Berbicaralah pada orang lain seakan-akan baru mengenalnya
Maksud dari poin ini adalah jangan berusaha sok tahu tentang seseorang hanya dengan melihatnya sekilas saja. Berbicaralah dengan ramah dan penuh perhatian sehingga orang yang akan didakwahi merasa nyaman dan kemudian percaya. Jangan terkecoh dengan penampilan. Misalnya saja seorang yang mengaku dirinya muslimah tapi pakaiannya selalu ketat dan mengumbar aurat. Jangan langsung berpikiran sok tahu yang negative bahwa dia itu pastilah seseorang yg pembangkang dan durhaka karena tidak menutup aurat. Kenalilah kepribadiannya lebih jauh.
Karena bisa jadi ia berpakaian seperti itu bukan karena ingin membangkang perintah Allah tapi benar-benar tidak tahu batasan aurat perempuan dalam Islam. Atau mungkin salah seorang teman kamu yang tak pernah sholat Jumat. Kenalilah dirinya lebih jauh dan jangan langsung berprasangka buruk. Ada banyak laki-laki yang tidak sholat Jumat karena keluarganya tidak pernah mengajarinya dan ia pun tidak tahu hukumnya. Jadi , tugas kamu nih untuk mendekati orang-orang semacam ini untuk memberikan pencerahan bagi kehidupannya sebagai seorang muslim yang baik.
5.    Tersenyumlah
Tahukah kamu bahwa Rasulullah SAW itu suka sekali tersenyum loh. Tapi anehnya banyak para dai yang sukanya malah pasang tampang serius dan cemberut daripada tersenyum. Nah, kamu jangan ikut-ikutan yang model begini yah.
Tersenyum, berperilaku sopan dan baik adalah sikap Rasulullah yang harus kita amalkan seharui-hari. Jika kita ingin orang lain dekat dan menerima dakwah kita maka usahakan kita bersikap ramah pada mereka. Tersenyum adalah salah satu kunci dari keramahan ini.
Yang patut diingat adalah tersenyum disini konteksnya adalah ramah secara umum dan tidak bermaksud tebar pesona pada lawan jenis. Bagaimana pun Islam mempunyai aturan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Bukan karena alasan dakwah trus seenaknya saja berdua-duaan dengan lawan jenis, misalnya. Nah, agar tidak timbul fitnah, usahakan berdakwah fokus pada sesame jenis. Cowok yang berdakwah ke kalangan cowok. Begitu juga cewek dakwahnya juga ke lingkungan cewek saja.

6.    Bersikap aktif dan berbaur

Langkah awal bagi keberhasilan dakwah adalah bersikap aktif dan berbaur dengan objek dakwah. Sering-sering ngobrol dengan mereka yang ingin kamu dakwahi. Bisa juga kamu mengundang mereka untuk buka puasa bersama saat Ramadhan atau kajian remaja yang kamu kemas dengan santai. Jadikan mereka percaya bahwa kamu adalah tempat yang asyik untuk curhat, berbagi cerita baik suka maupun duka. Mengerjakan PR bareng, menenangkan di kala mereka gundah, atau sekedar menjadi teman yang baik ketika mereka butuh curhat dan diskusi. Dan yang utama, kamu harus bisa menjaga rahasia karena mereka sudah percaya sama kamu. Tapi bila keadaan berubah menjadi serius dan berbahaya, misalnya saja ada yang berniat bunuh diri karena frustasi menghadapi masalahnya, maka jangan segan-segan menghubungi orang yang lebih dewasa untuk menyikapi masalah ini.

7.    Tunjukkan Islam itu sesuai untuk semua kalangan

Sering remaja menganggap bahwa Islam itu kuno dan ketinggalan zaman. Tunjukkan pada mereka bahwa pendapat ini salah. Tunjukkan pada mereka bahwa Islam itu berasal dari Allah yang tentu saja sesuai dengan zaman apa pun dan bagi siapa pun termasuk remaja juga. Yakinkan mereka bahwa Allah begitu dekat bahkan melebihi urat nadi kita sendiri. Allah juga Mahamelihat dan mendengar. Allah tempat meminta dan tumpuan semua keluh kesah dan gundah kita. Tunjukkan juga bahwa Islam itu sesuai dan cocok untuk remaja. Islam mempunyai semua jawaban yang diinginkan remaja tentang pencarian jati diri yang tidak semua agama bisa menjawabnya.
8.    Libatkan mereka dalam kegiatan social
Ajak para remaja itu untuk terlibat dalam kegiatan social. Misalnya saja dengan mengadakan baksos di daerah-daerah miskin agar mereka lebih menghargai sesama dan pandai bersyukur. Atau bisa juga mengajak mereka dalam sebuah kepanitiaan atau peserta seminar Islam untuk remaja. Keterlibatan seperti ini membuat mereka menjadi bagian dari umat dan merasa berharga. Jangan lupa setelahnya kamu harus berterima kasih atas apa yang telah mereka lakukan untuk sesama.
9.    Tanyakan 4 pertanyaan mendasar
Ketika pertemanan semakin erat, topic yang dibahas biasanya juga mengarah semakin serius. Kamu bisa mendiskusikan tentang cita-cita dan rencana mereka di masa depan. Ada 4 pertanyaan yang bisa mengarahkan topic agar remaja lebih mengenal Allah dan Islam:
1.    kemanakah aku setelah kehidupan ini berakhir
2.    apa yang membuat aku bahagia
3.    Kepada siapakah aku seharusnya berterima kasih dan bersyukur
4.    apakah saya bisa sukses tanpa bantuan orang lain

10.    Tekankan sholat wajib 5 kali sehari sebelum kewajiban lainnya

Hubungan dengan Allah secara pribadi itu ada pada kewajiban sholat 5 waktu. Jangan memberikan banyak materi lain lebih dulu sebelum kesadaran untuk sholat wajib 5 waktu bisa terlaksana dengan baik. Tekankah bahwa dengan sholat saja hubungan dengan Allah terjalin secara langsung tanpa perantara. Hanya Allah saja tempat bersandar jika manusia menghadapi masalah. Sholat adalah saat yang tepat untuk meminta pertolonganNya. Jika mungkin, usahakan untuk sholat berjamaah ketika kamu sedang ngobrol santai dengan mereka. Ketika sholat ini sudah dijalankan dengan konsisten, maka hal-hal lain akan lebih mudah untuk diingatkan misalnya saja tidak boleh memaki, patuh pada orang tua dan cara berpakain yang menutup aurat sesuai dengan syariat Islam.

11.    Bantulah mereka untuk mempercayai orang dewasa

Biasanya remaja memandang orang dewasa dengan pandangan miring seolah-olah dunia mereka benar-benar berbeda. Orang dewasa dianggap tidak pernah memahami dunia remaja dan anak muda dengan tepat. Nah, dalam hal ini kamu kudu berperan untuk menumbuhkan rasa percaya pada remaja terhadap orang dewasa. Misalnya saja dengan memuji seorang penceramah yang kena di hati remaja, para aktivis yang peduli dengan dakwah demi kebangkitan umat dan lain-lain. Memang sih, merubah sudut pandang mereka tidak  bisa dengan mudah tapi paling tidak mereka nantinya bisa memahami pendapat orang tua di rumah.
12.    Jangan pergi ketika mereka sedang down
Ingat, ketika seseorang sudah mulai mau menjalankan ajaran-ajaran Islam dengan teratur, tidak berarti urusan sudah selesai. Akan ada ujian dan cobaan dalam hidup yang kadang bisa membuat futur/down atau lemah iman seseorang. Ada kalanya mereka mempertanyakan lagi keadilan Tuhan akan jalan hidup sulit yang mereka tempuh. Jangan putus asa apalagi tega meninggalkan mereka. Dampingilah para remaja ini untuk kembali menemukan jati diri keislaman mereka


SUMBER:https://jannahmoe.wordpress.com/tipz-menjadi-remaja-islam-yang-baik

Sabtu, 01 Oktober 2016

Tata Cara Berpakaian Yang Baik Menurut Islam

Diposting oleh ningrum linda di 02.35 0 komentar



















Cara berpakaian yang baik menurut Islam
macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan memakai pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.

Pakaian merupakan penutup tubuh untuk memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang. Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah dibilang kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis. Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak bisa menjaga aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan mengumbar aurat di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau tidak anda disebut gila?

Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-lomba untuk memakai pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk memikat pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian tersebut sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis, semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana. Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al A’raf : 26)

Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)

Tapi mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita adalah manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga koq masih tidak bersyukur?

Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha Penyayang sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah kita menjaga harga diri wanita muslimah kita demi tercapainya masa depan yang cerah.

b. Adab Berpakaian

Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ كَذاً (رواه مسلم)

Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)

Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:

1.
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:

* Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
* Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
* Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
* Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
* Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
* Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
* Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
* Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.

Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud, maka batallah sholatnya.

Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram

Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab Syafei.

Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rosak akhlaknya.

Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.

Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika Akan Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.

c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra

Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a pernah berkata:

نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ بِالذَّهَبِ وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ عَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)

Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)

Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:

رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا

Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau pakai.”

Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.

3. Tata Krama Berhias

Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.

Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini antara lain sebagai berikut:

1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas

Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a

1. Jangan bertato dan mengikir gigi

Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita) bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa mempunyai kelebihan dari orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ الْمُشْتَوْشِمَةَ وَ اْلوَاشِرَةَ وَ اْلمُشْتَوْشِرَةَ (رواه الطبرانى)

Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)

1. Jangan menyambung rambut

Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai berikut:

سَاَلَتْ اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا وَاِنِّي زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ الْمُسْتَوْصِلَةَ (زواه البجارى)

Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat rambutnya.” (HR Bukhari)

1. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias

Berlebih lebihan ialah melewati datas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebiha cenderung kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setipa muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang dialranga dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir, sedangkan tabzir dilarang oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)

Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu

4. Tata Krama Bertamu

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.

Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)

Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.

5. Cara Bertamu yang Baik

Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:

1. Berpakaian yang rapi dan pantas

Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)

1. Memberi isyarat dan salam ketika datang

Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)

Diriwayatkan bahwa:

اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)

Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)

1. Jangan mengintip ke dalam rumah

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)

1. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali

Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.

1. Memperkenalkan diri sebelum masuk

Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)

Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya

1. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita

Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.

1. Masuk dan duduk dengan sopan

Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

1. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati

Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.

1. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)

1. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili

Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain

1. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran

Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.

1. Segeralah pulang setelah selesai urusan

Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

6. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam

Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.

7. Tata Krama Menerima Tamu

a. Kewajiban Menerima Tamu

Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)

Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)

b. Cara Menerima Tamu yang Baik

1) Berpakaian yang pantas

Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baik

Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan

Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

4) Tidak perlu mengada-adakan

Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

5) Lama waktu

Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)

Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang

Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya

Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34

Rasulullah SAW bersabda;

اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)

Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

Sumber
http://www.teguhbayu.com/2011/06/cara-berpakaian-rapih-dan-baik-menurut.html

Diposting oleh ningrum linda di 02.28 0 komentar
SEJARAH MALANG
Dipublish pada: Rabu, 02 September 2015
asal usul nama Malang
Sampai sekarang ini, baru diperoleh beberapa hipotesa untuk mengungkap asal usul nama Malang. Hipotesa pertama menyebutkan bahwa kata Malang ini berasal dari nama Batara Malangkucecwara yang tertulis di dalam Piagam Kedu (tahun 907) dan Piagam Singhasari (tahun 908). Malangkucecwara sendiri terdiri atas tiga kata, yakni Mala yang bermakna segala sesuatu yang kotor, kecurangan, kepalsuan, atau bathil, lalu Angkuca yang berarti menghancurkan atau membinasakan, terakhir Icawara yang bermakna Tuhan. Sehingga Malangkucecwara dapat diartikan menjadi "Tuhan Menghancurkan yang Bathil".
Hipotesa lain diambil dari pengamatan sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, yakni di sebelah barat daya kota Malang. Dalam prasasti tersebut terdapat tulisan,"...aning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I..." yang berarti,"...di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu...". Dari bunyi tersebut kemudian ditarik kesimpulan bahwa Malang merupakan suatu tempat di sebelah timur dari beberapa tempat yang disebutkan dalam prasasti itu. Ini menandakan bahwa pemakaian nama Malang ternyata sudah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Kisah lain menyebutkan bahwa nama Malang berasal dari kata "Membantah" atau "Menghalang-halangi" yang dalam bahasa Jawa berarti "Malang". Kata tersebut diambil dari sebuah kisah sejarah dimana Sunan Mataram yang berniat meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur dan menduduki daerah Malang mendapat perlawanan perang hebat dari penduduk setempat. Oleh sebab itu, Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah ini "menghalang-halangi" keinginannya. Sejak itulah daerah ini dinamakan Malang.
Adapula sumber yang menyatakan bahwa sebelum 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan yang berbunyi, "Malang nominor, sursum moveor". Kalimat tersebut jika diterjemahkan akan bermakna,"Malang namaku, maju tujuanku". Kala itu pada 1 April 1964, ketika Malang tengah merayakan ulang tahunnya yang ke-50, kalimat tersebut kemudian dirubah menjadi "Malangkucecwara". Semboyan tersebut diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan asal usul kota Malang pada masa Ken Arok sekitar 7 abad silam, yang mana telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat cadi bernama Malangkucecwara.
Dari beberapa hipotesa tersebut, manakah menurut Ngalamers hipotasa yang paling tepat untuk menjawab sejarah asal usul nama "Malang"?
SUMBER:halomalang.com/serba-serbi/asal-usul-nama-malang

sejarah batik jawa

Diposting oleh ningrum linda di 02.03 1 komentar
Sejarah Perkembangan Batik Jawa Dan Penjelasannya
Batik Jawa dan Penjelasannya — Menurut sejarah batik berasal dari zaman nenek moyang yang terjadi sejak dahulu kala, tepatnya dimulai pada abad XVII, yang dimulai dengan bentuk penulisan atau pelukisan pada daun lontar. Pada masa tersebut motif batik belum beragam seperti halnya yang terjadi di masa sekarang ini, yang ada hanyalah batik dengan motif binatang serta tanaman saja. Namun dalam perkembangannya, batik justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini terlihat melalui corak motif yang digunakan olehnya. Kini motif kain batik pun mulai banyak menggunakan motif abstrak seperti halnya motif yang menyerupai relief dari candi, awan, wayang, dan berbagai nacam jenis motif lainnya.

Berdasarkan penjelasan singkat dari sejarah batik di bagian atas tadi, maka kali ini penulis akan uraikan sekilas informasi terkait batik jawa dan penjelasannya. Hal ini dapat dimulai dengan melihat  sejarah batik jawa yang juga berperan penting dalam perkembangan batik di Negara Indonesia itu sendiri. seperti halnya uraian di bawah ini :

Sejarah batik di jawa
Sejarah batik di negara Indonesia utamanya di pulau jawa memang tidak lepas dari sejarah kerajaan Majapahit serta kerajaan-kerajaan lain sesudahnya. Karena dalam catatan sejarah juga disebutkan bahwa perkembangan kain batik itu sendiri banyak dilakukan ketika masa kerajaan Mataram , kemudian kerajaan Solo serta Yogyakarta, yang mana inti dari kerajaan tersebut berada di kawasan pulau jawa.

Pada dasarnya, kesenian batik termasuk dalam jenis kesenian gambar yang dilakukan pada bagian atas kain yang digunakan sebagai pakaian. Pakaian tersebut tentu saja tidak digunakan oleh masyarakat biasa, melainkan ia diperuntukkan secara khusus bagi keluarga raja serta para pengikutnya. Banyaknya para pengikut raja yang tinggal di area luar kraton, pada akhirnya membuat kesenian batik tersebut tersebar ke bagian luar dari kraton itu sendiri sesuai dengan tempat keberadaanya masing-masing. Karena itulah tidak heran rasanya jika saat ini kain batik banyak  tersebar di beberapa kawasan dari pulau jawa, seperti halnya jawa tengah, timur, barat, atau pun beberapa lokasi penyebaran lainnya.

gambar batik jawa
gambar batik jawa

Proses dalam Pembuatan Batik Jawa

Bermula dari kesenian lukis yang hanya dilakukan dalam kraton, pada akhirnya batik mulai menyebar, menuju beberapa bagian wilayah di sekitarnya hingga kini, ia pun lebih banyak dibuat oleh kaum wanita untuk mengisi waktu luang. Dengan kata lain, kain kain batik jawa yang semula hanya digunakan oleh kaum kerajaan pun kini menjadi pakaian masyarakat umum, yang banyak digemari  baik itu oleh kaum wanita atau pun pria.

Sejarah Perkembangan Batik di Jawa

Menurut catatan sejarah, awal mula kain batik yang ada di pulau jawa dapat dilihat dari kain batik Pekalongan yang tercatat sudah ada sejak tahun 1800an, hal ini terlihat melalui penggunaan motif berupa pohon kecil yang dibuat pada tahun 1802. Namun untuk bentuk perkembangan yang jauh lebih signifikan, baik itu dari batik jawa tengah, kemudian jenis batik jawa timur, serta kain batik jawa barat, dan batik jawa hokokai.pun dapat diperkiraan terjadi setelah masa dari beberapa peritiwa pada perang besar yang terjadi di tahun 1625 hingga 1830, dan dilakukan oleh kerajaan Mataram. Beberapa masa peperangan tersebut dikenal dengan sebutan perang Diponegoro atau bahkan perang Jawa.

Terjadinya peristiwa peperangan itu kemudian menyebabkan keluarga kraton serta para pengikutnya pun ikut berpindah dan meninggalkan lingkungan kerajaan yang dimilikinya, hingga akhirnya mereka tersebar menuju arah timur yang kemudian menghasilkan batik jawa timur, serta menuju arah barat yang pada akhirnya juga menghasilkan batik jawa barat.

Seperti yang sudah disebutkan pada bagian di atas tadi, untuk keluarga kraton yang kemudian pergi tersebar ke arah timur, meraka pun mulai membuat batik Solo serta Yogya, yaitu kain batik yang dibuat dengan menyempurnakan corak dari batik yang telah ada pada wilayah Mojokerto, dan juga Tulungagung. Hal ini bahkan dilakukannya hingga penyebaran batik meluas hingga ke arah Gresik. Sementara itu, bagi keluarga serta pengikut kraton yang tersebar ke arah barat, mereka mulai mengembangkan batik hingga wilayah Banyumas, Tegal, Kebumen, Cirebon, serta Pekalongan.

Dari uraian mengenai batik jawa dan penjelasannya di bagian atas tadi tentunya Anda dapat melihat bagaimana perkembangan dari pembuatan serta sejarah batik jawa itu dimulai. Seperti halnya diawali dari pembuatan batik keluarga kerajaan hingga menjadi bagian dari masyarakat luas.

Baca juga: Model Baju Batik

batik jawa dan penjelasannya,sejarah batik jawa,batik jawa,penjelasan batik jawa,penjelasanbatikj awa,motif batik jawa dan penjelasannya,sejarah kain batik jawa,motif batik jawa tengah dan penjelasannya,batik yang berasal dari jawa beserta penjelasannya,penjelasan dan asal mula gambar batik jawa

sumber:http://www.modelbajubatik.org/batik-jawa/
 

linda ningrum © 2010 Web Design by Ipietoon Blogger Template and Home Design and Decor